Written by cnathael@blog.com
Posted in:
Binatang
Badak jawa atau
Badak bercula-satu kecil (
Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili
Rhinocerotidae dan satu dari lima
badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan
badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan
badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di
Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di
Pulau Jawa saja, tapi di seluruh
Nusantara, sepanjang
Asia Tenggara dan di
India serta
Tiongkok. Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah
mamalia terlangka di bumi.
[4] Populasi 40-50 badak hidup di
Taman Nasional Ujung Kulon di pulau
Jawa,
Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di
Taman Nasional Cat Tien,
Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun
2007. Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional
Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di
pasar gelap.
[4] Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti
perang Vietnam di
Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.
[5] Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak.
WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti
tsunami, letusan gunung berapi
Krakatau dan
gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah.
[6] Selain itu, karena invasi langkap (
arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.
[6] Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah
Taman Nasional Halimun di
Gunung Salak,
Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.
[6]
Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki
hewan pemangsa sebagai musuh. Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.
Taksonomi dan penamaan
Penelitian pertama badak jawa dilakukan oleh penyelidik alam dari luar daerah tersebut pada tahun
1787, ketika dua binatang ditembak di Jawa. Tulang badak Jawa dikirim pada penyelidik alam
Belanda Petrus Camper, yang meninggal tahun
1789 sebelum sempat menerbitkan penemuannya bahwa badak Jawa adalah spesies istimewa. Badak Jawa lainnya ditembak di
Pulau Sumatra oleh
Alfred Duvaucel yang mengirim spesimennya ke ayah tirinya,
Georges Cuvier, ilmuwan
Perancis yang terkenal. Cuvier menyadari binatang ini sebagai spesies istimewa tahun
1822, dan pada tahun yang sama diidentifikasi oleh
Anselme Gaëtan Desmarest sebagai
Rhinoceros sondaicus. Spesies ini adalah spesies badak terakhir yang diidentifikasi.
[7] Desmarest pada awalnya mengidentifikasi badak ini berasal dari Jawa, tetapi nantinya mengubahnya dan mengatakan spesimennya berasal dari pulau Jawa.
[2]
Nama genusnya
Rhinoceros, yang didalamnya juga terdapat
badak India, berasal dari
bahasa Yunani:
rhino berarti
hidung, dan
ceros berarti
tanduk;
sondaicus berasal dari kata
Sunda, daerah yang meliputi pulau Sumatra, Jawa,
Kalimantan dan kepulauan kecil disekitarnya. Badak Jawa juga disebut badak bercula-satu kecil (sebagai perbedaan dengan badak bercula-satu besar, nama lain
badak India).
Terdapat tiga subspesies, yang hanya dua subspesies yang masih ada, sementara satu subspesies telah punah:
- Rhinoceros sondaicus sondaicus, tipe subspesies yang diketahui sebagai badak Jawa Indonesia' yang pernah hidup di Pulau Jawa dan Sumatra. Kini populasinya hanya sekitar 40-50 di Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa. Satu peneliti mengusulkan bahwa badak jawa di Sumatra masuk ke dalam subspesies yang berbeda, R.s. floweri, tetapi hal ini tidak diterima secara luas.[8][9]
- Rhinoceros sondaicus annamiticus, diketahui sebagai Badak Jawa Vietnam atau Badak vietnam, yang pernah hidup di sepanjang Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand dan Malaysia. Annamiticus berasal dari deretan pegunungan Annam di Asia Tenggara, bagian dari tempat hidup spesies ini. Kini populasinya diperkirakan lebih sedikit dari 12, hidup di hutan daratan rendah di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Analisa genetika memberi kesan bahwa dua subspesies yang masih ada memiliki leluhur yang sama antara 300.000 dan 2 juta tahun yang lalu.[9][10]
- Rhinoceros sondaicus inermis, diketahui sebagai Badak jawa india, pernah hidup di Benggala sampai Burma (Myanmar), tetapi dianggap punah pada dasawarsa awal tahun 1900-an. Inermis berarti tanpa cula, karena karakteristik badak ini adalah cula kecil pada badak jantan, dan tak ada cula pada betina. Spesimen spesies ini adalah betina yang tidak memiliki cula. Situasi politik di Burma mencegah taksiran spesies ini di negara itu, tetapi keselamatannya dianggap tak dapat dipercaya.[11][12][13]
Evolusi
Badak India berhubungan dekat dengan badak Jawa; mereka adalah dua anggota tipe genus badak.
Leluhur badak pertama kali terbagi dari
Perissodactyl lainnya pada masa
Eosen awal. Perbandingan
DNA mitokondria memberikan kesan bahwa leluhur badak modern terbagi dari leluhur
Equidae sekitar 50 juta tahun yang lalu.
[14] Famili yang masih ada,
Rhinocerotidae, pertama kali muncul pada Eosen akhir di
Eurasia, dan leluhur spesies badak modern terbagi dari Asia pada awal
Miosen.
[15]
Badak jawa dan badak india adalah satu-satunya anggota genus
Rhinoceros yang pertama kali muncul pada rekaman
fosil di
Asia sekitar 1,6 juta-3,3 juta tahun yang lalu. Perkiraan molekul memberikan kesan bahwa spesies telah terbagi lebih awal, sekitar 11,7 juta tahun yang lalu.
[16][14] Walaupun masuk ke dalam tipe genus, badak Jawa dan
India dipercaya tidak berhubungan dekat dengan spesies badak lainnya. Penelitian berbeda telah mengeluarkan hipotesis bahwa mereka mungkin berhubungan dekat dengan
Gaindetherium atau
Punjabitherium yang telah punah. Analisis
klad Rhinocerotidae meletakkan
Rhinoceros dan
Punjabitherium yang telah punah pada klad dengan
Dicerorhinus, badak Sumatra. Penelitian lain mengusulkan bahwa
badak Sumatra lebih berhubungan dekat dengan dua spesies badak di
Afrika.
[17] Badak Sumatra dapat terbagi dari badak Asia lainnya 15 juta tahun yang lalu.
[15][4]
Deskripsi
Badak jawa lebih kecil daripada sepupunya, badak india, dan memiliki besar tubuh yang dekat dengan badak hitam. Panjang tubuh badak Jawa (termasuk kepalanya) dapat lebih dari 3,1–3,2 m dan mencapai tinggi 1,4–1,7 m. Badak dewasa dilaporkan memiliki massa antara 900 dan 2.300 kilogram. Penelitian untuk mengumpulkan pengukuran akurat badak Jawa tidak pernah dilakukan dan bukan prioritas.
[4] Tidak terdapat perbedaan besar antara jenis kelamin, tetapi badak Jawa betina ukuran tubuhnya dapat lebih besar. Badak di Vietnam lebih kecil daripada di Jawa berdasarkan penelitian bukti melalui foto dan pengukuran jejak kaki mereka..
[18]
Seperti sepupunya di India, badak jawa memiliki satu cula (spesies lain memiliki dua cula). Culanya adalah cula terkecil dari semua badak, biasanya lebih sedikit dari 20 cm dengan yang terpanjang sepanjang 27 cm. Badak jawa jarang menggunakan culanya untuk bertarung, tetapi menggunakannya untuk memindahkan lumpur di kubangan, untuk menarik tanaman agar dapat dimakan, dan membuka jalan melalui vegetasi tebal. Badak Jawa memiliki bibir panjang, atas dan tinggi yang membantunya mengambil makanan.
Gigi serinya panjang dan tajam; ketika badak jawa bertempur, mereka menggunakan gigi ini. Di belakang gigi seri, enam
gigi geraham panjang digunakan untuk mengunyah tanaman kasar. Seperti semua badak, badak jawa memiliki penciuman dan pendengaran yang baik tetapi memiliki pandangan mata yang buruk. Mereka diperkirakan hidup selama 30 sampai 45 tahun.
[18]
Kulitnya yang sedikit berbulu, berwarna abu-abu atau abu-abu-coklat membungkus pundak, punggung dan pantat. Kulitnya memiliki pola mosaik alami yang menyebabkan badak memiliki perisai. Pembungkus leher badak Jawa lebih kecil daripada badak india, tetapi tetap membentuk bentuk pelana pada pundak. Karena risiko mengganggu spesies terancam, badak jawa dipelajari melalui sampel kotoran dan kamera. Mereka jarang ditemui, diamati atau diukur secara langsung.
[19]
Penyebaran dan habitat
Perkiraan yang paling optimistis memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 100 badak Jawa masih ada di alam bebas. Mereka dianggap sebagai mamalia yang paling terancam; walaupun masih terdapat badak Sumatra yang tempat hidupnya tidak dilindungi seperti badak Jawa, dan beberapa pelindung alam menganggap mereka memiliki risiko yang lebih besar. Badak Jawa diketahui masih hidup di dua tempat,
Taman Nasional Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa dan
Taman Nasional Cat Tien yang terletak sekitar 150 km sebelah utara
Kota Ho Chi Minh.
[9][20]
Binatang ini pernah menyebar dari
Assam dan
Benggala (tempat tinggal mereka akan saling melengkapi antara badak Sumatra dan India di tempat tersebut
[13]) ke arah timur sampai
Myanmar,
Thailand,
Kamboja,
Laos,
Vietnam, dan ke arah selatan di
semenanjung Malaya, serta pulau
Sumatra,
Jawa dan
Kalimantan.
[21] Badak Jawa hidup di hutan hujan dataran rendah, rumput tinggi dan tempat tidur alang-alang yang banyak dengan sungai, dataran banjir besar atau daerah basah dengan banyak kubangan lumpur. Walaupun dalam sejarah badak jawa menyukai daerah rendah, subspesies di Vietnam terdorong menuju tanah yang lebih tinggi (diatas 2.000 m), yang disebabkan oleh gangguan dan perburuan oleh manusia.
[11]
Tempat hidup badak jawa telah menyusut selama 3.000 tahun terakhir, dimulai sekitar tahun 1000 SM, tempat hidup di utara badak ini meluas ke Tongkok, tetapi mulai bergerak ke selatan secara kasar pada 0.5 km per tahun karena penetap manusia meningkat di daerah itu.
[22] Badak ini mulai punah di India pada dekade awal abad ke-20.
[13] Badak Jawa diburu sampai kepunahan di semenanjung Malaysia tahun 1932.
[23] Pada akhir
perang Vietnam, badak Vietnam dipercaya punah sepanjang tanah utama Asia. Pemburu lokal dan penebang hutan di
Kamboja mengklaim melihat badak jawa di
Pegunungan Cardamom, tetapi survey pada daerah tersebut gagal menemukan bukti.
[24] Populasi badak Jawa juga mungkin ada di pulau
Kalimantan, walaupun spesimen tersebut mungkin merupakan badak Sumatra, populasi kecil yang masih hidup disana.
[21]
Sifat
Badak jawa adalah binatang tenang dengan pengecualian ketika mereka berkembang biak dan apabila seekor inang mengasuh anaknya. Mereka terkadang akan berkerumun pada kelompok kecil di tempat mencari mineral dan kubangan lumpur. Berkubang di lumpur adalah sifat umum semua badak; aktivitas itu membuat mereka dapat menjaga suhu tubuh dan membantu mencegah penyakit dan parasit. Badak jawa tidak menggali kubangan lumpurnya sendiri dan lebih suka menggunakan kubangan binatang lainnya atau lubang yang muncul secara alami, yang akan menggunakan culanya untuk memperbesar. Tempat mencari mineral juga sangat penting karena nutrisi untuk badak diterima dari garam. Wilayahi jantan lebih besar dibandingkan betina dengan besar wilayah jantan 12–20 km² dan wilayah betina yang diperkirakan 3–14 km². Wilayah jantan lebih besar daripada wilayah wanita. Tidak diketahui apakah terdapat pertempuran teritorial.
[25]
Jantan menandai wilayah mereka dengan tumpukan kotoran dan percikan urin. Goresan yang dibuat oleh kaki di tanah dan gulungan pohon muda juga digunakan untuk komunikasi. Anggota spesies badak lainnya memiliki kebiasaan khas membuang air besar pada tumpukan kotoran badak besar dan lalu menggoreskan kaki belakangnya pada kotoran. Badak Sumatra dan Jawa ketika buang air besar di tumpukan, tidak melakukan goresan. Adaptasi sifat ini diketahui secara ekologi; di hutan hujan Jawa dan Sumatera, metode ini mungkin tidak berguna untuk menyebar bau.
[25]
Badak jawa memiliki lebih sedikit suara daripada badak sumatra; sangat sedikit suara badak jawa yang diketahui. Badak Jawa dewasa tidak memiliki musuh alami selain manusia. Spesies ini, terutama sekali di Vietnam, adalah spesies yang melarikan diri ke hutan ketika manusia mendekat sehingga sulit untuk meneliti badak.
[5] Ketika manusia terlalu dekat dengan badak jawa, badak itu akan menjadi agresif dan akan menyerang, menikam dengan gigi serinya di rahang bawah sementara menikam keatas dengan kepalanya.
[25] Sifat anti-sosialnya mungkin merupakan adaptasi tekanan populasi; bukti sejarah mengusulkan bahwa spesies ini pernah lebih berkelompok.
[9]
Makanan
Badak jawa adalah hewan herbivora dan makan bermacam-macam spesies tanaman, terutama tunas, ranting, daun-daunan muda dan buah yang jatuh. Kebanyakan tumbuhan disukai oleh spesies ini tumbuh di daerah yang terkena sinar matahari: pada pembukaan hutan, semak-semak dan tipe vegetasi lainnya tanpa pohon besar. Badak menjatuhkan pohon muda untuk mencapai makanannya dan mengambilnya dengan bibir atasnya yang dapat memegang. Badak Jawa adalah pemakan yang paling dapat beradaptasi dari semua spesies badak. Badak diperkirakan makan 50 kg makanan per hari. Seperti badak Sumatra, badak ini memerlukan garam untuk makanannya. Tempat mencari mineral umum tidak ada di Ujung Kulon, tetapi badak Jawa terlihat minum air laut untuk nutrisi sama yang dibutuhkan.
[18]
Reproduksi
Sifat seksual badak Jawa sulit dipelajari karena spesies ini jarang diamati secara langsung dan tidak ada kebun binatang yang memiliki spesimennya. Betina mencapai kematangan seksual pada usia 3-4 tahun sementara kematangan seksual jantan pada umur 6. Kemungkinan untuk hamil diperkirakan muncul pada periode 16-19 bulan. Interval kelahiran spesies ini 4–5 tahun dan anaknya membuat berhenti pada waktu sekitar 2 tahun. Empat spesies badak lainnya memiliki sifat pasangan yang mirip.
[25]
Konservasi
Lukisan tahun
1861 menggambarkan perburuan badak Jawa.
Faktor utama berkurangnya populasi badak Jawa adalah perburuan untuk culanya, masalah yang juga menyerang semua spesies badak. Cula badak menjadi komoditas perdagangan di Tiongkok selama 2.000 tahun yang digunakan sebagai obat untuk pengobatan tradisional Tiongkok. Secara historis kulitnya digunakan untuk membuat baju baja tentara Tiongkok dan suku lokal di Vietnam percaya bahwa kulitnya dapat digunakan sebagai penangkal racun untuk bisa ular.
[26] Karena tempat hidup badak mencakupi banyak daerah kemiskinan, sulit untuk penduduk tidak membunuh binatang ini yang dapat dijual dengan harga tinggi.
[22] Ketika
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora pertama kali diberlakukan tahun 1975, badak Jawa dimasukan kedalam perlindungan Appendix 1: semua perdagangan internasional produk badak Jawa dianggap ilegal.
[27] Survey pasar gelap cula badak telah menentukan bahwa badak Asia memiliki harga sebesar $30.000 per kilogram, tiga kali harga cula badak Afrika.
[4]
Hilangnya habitat akibat pertanian juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa, walaupun hal ini bukan lagi faktor signifikan karena badak hanya hidup di dua taman nasional yang dilindungi. Memburuknya habitat telah menghalangi pemulihan populasi badak yang merupakan korban perburuan untuk cula. Bahkan dengan semua usaha konservasi, prospek keselamatan badak Jawa suram. Karena populasi mereka tertutup di dua tempat kecil, mereka sangat rentan penyakit dan masalah perkembangbiakan. Ahli genetika konservasi memperkirakan bahwa populasi 100 badak perlu perlindungan pembagian genetika spesies.
[20]
Ujung Kulon
Semenanjung Ujung Kulon dihancurkan oleh letusan
gunung Krakatau tahun
1883. Badak Jawa mengkolonisasi kembali semenanjung itu setelah letusan, tetapi manusia tidak pernah kembali pada jumlah yang besar, sehingga membuat sebuah tempat berlindung.
[20] Pada tahun 1931, karena badak Jawa berada di tepi kepunahan di Sumatra, pemerintah Hindia-Belanda menyatakan bahwa badak merupakan spesies yang dilindungi, dan masih tetap dilindungi sampai sekarang.
[11] Pada tahun 1967 ketika sensus badak dilakukan di Ujung Kulon, hanya 25 badak yang ada. Pada tahun 1980, populasi badak bertambah, dan tetap ada pada populasi 50 sampai sekarang. Walaupun badak di Ujung Kulon tidak memiliki musuh alami, mereka harus bersaing untuk memperebutkan ruang dan sumber yang jarang dengan banteng liar dan tanaman
Arenga[6] yang dapat menyebabkan jumlah badak tetap berada dibawah kapasitas semenanjung.
[28] Ujung Kulon diurus oleh menteri Kehutanan Republik Indonesia.
[11] Ditemukan paling sedikit empat bayi badak Jawa pada tahun 2006.
[29][30]
Foto induk Badak Jawa beserta bayinya, diperkirakan berumur sekitar 4 – 6 bulan, berhasil diabadikan oleh tim
WWF pada November 2007. Ketika difoto, bayi badak tersebut sedang menyusu ibunya. Keberadaan badak tersebut diketahui ketika ditemukan jejak badak berukuran 15/16 cm di sekitar daerah aliran sungai Citadahan pada tanggal
30 Oktober 2007. Hal ini merupakan kabar gembira karena membuktikan adanya kelahiran badak baru di Ujung Kulon.
[30]
Pertumbuhan populasi badak Jawa di Ujung Kulon
Tahun | Minimum | Maksimum | Rata-rata |
1967 | 21 | 28 | 24.5 |
1968 | 20 | 29 | 24.5 |
1971 | 33 | 42 | 37.5 |
1982 | 53 | 59 | 56 |
1993 | 35 | 58 | 47 |
Sumber: Strategi Konservasi Badak Indonesia - Dirjen PHPA Dephut RI.[31] |
Cat Tien
Sedikit anggota
R.s. annamiticus yang tersisa hidup di
Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Badak ini pernah menyebar di Asia Tenggara, setelah
perang Vietnam, badak Jawa dianggap punah. Taktik digunakan pada pertempuran menyebabkan kerusakan ekosistem daerah: penggunaan
Napalm, herbisida dan defolian dari
Agen Oranye, pengeboman udara dan penggunaan ranjau darat. Perang juga membanjiri daerah dengan senjata. Setelah perang, banyak penduduk desa miskin, yang sebelumnya menggunakan metode seperti lubang perangkap, kini memiliki senjata mematikan yang menyebabkan mereka menjadi pemburu badak yang efisien. Dugaan kepunahan subspesies mendapat tantangan ketika pada tahun
1988, seorang pemburu menembak betina dewasa yang menunjukan bahwa spesies ini berhasil selamat dari perang. Pada tahun
1989, ilmuwan meneliti hutan Vietnam selatan untuk mencari bukti badak lain yang selamat. Jejak kaki badak segar yang merupakan milik paling sedikit 15 badak ditemukan di sepanjang
sungai Dong Nai.
[32] Karena badak, daerah tempat mereka tinggal menjadi bagian Taman Nasional Cat Tien tahun 1992.
[26]Populasi mereka dikhawatirkan berkurang di Vietnam, dengan pelindung alam memperkirakan bahwa paling sedikit 308 badak yang mungkin tanpa jantan selamat.
[29][20][5][33]
Di penangkaran
Tidak terdapat satupun badak Jawa di kebun binatang. Pada tahun 1800-an, paling sedikit empat badak dipamerkan di
Adelaide,
Kolkata dan
London. Paling sedikit 22 badak Jawa telah didokumentasikan telah disimpan di penangkaran, dan mungkin bahwa jumlahnya lebih besar karena spesies ini terkadang salah ditafsirkan dengan badak India.
[34] Badak Jawa tidak pernah ditangani dengan baik di penangkaran: badak tertua yang hidup hanya mencapai usia 20 tahun, sekitar setengah dari usia yang dapat dicapai badak di alam bebas. Badak Jawa terakhir yang ada di penangkaran mati di
Kebun Binatang Adelaide,
Australia tahun 1907, tempat spesies tersebut sedikit diketahui karena telah ditunjukan sebagai badak India.
[18] Akibat dari program panjang dan mahal tahun 1980-an dan 1990-an untuk mengembangbiakan badak Sumatra di kebun binatang gagal, usaha untuk melindungi badak Jawa di kebun binatang tak dapat dipercaya.
[4]
Usaha persiapan habitat kedua
Badak Jawa yang hidup berkumpul di satu kawasan utama sangat rentan terhadap kepunahan yang dapat diakibatkan oleh serangan penyakit, bencana alam seperti
tsunami, letusan gunung
Krakatau,
gempa bumi. Selain itu, badak ini juga kekurangan ruang jelajah dan sumber akibat invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng.
Penelitian awal
WWF mengidentifikasi habitat yang cocok, aman dan relatif dekat adalah
Taman Nasional Halimun di
Gunung Salak,
Jawa Barat, yang dulu juga merupakan habitat badak Jawa. Jika habitat kedua ditemukan, maka badak yang sehat, baik, dan memenuhi kriteria di Ujung Kulon akan dikirim ke wilayah yang baru. Habitat ini juga akan menjamin keamanan populasinya.
[6]
0 komentar:
Posting Komentar