Written by cnathael@blog.com
Posted in:
buah
Duku adalah nama umum dari sejenis
buah-buahan anggota
suku Meliaceae. Tanaman yang berasal dari
Asia Tenggara sebelah barat ini dikenal pula dengan nama-nama yang lain seperti
langsat,
kokosan,
pisitan,
celoring dan lain-lain dengan pelbagai variasinya.
Nama-nama yang beraneka ragam ini sekaligus menunjukkan adanya aneka
kultivar yang tercermin dari bentuk buah dan
pohon yang berbeda-beda.
Duku adalah
tumbuhan identitas untuk Provinsi
Sumatera Selatan.
Pemerian botani
Pohon yang berukuran sedang, dengan tinggi mencapai 30
m dan gemang hingga 75
cm. Batang biasanya beralur-alur dalam tak teratur, dengan banir (akar papan) yang pipih menonjol di atas tanah.
Pepagan (kulit kayu) berwarna kelabu berbintik-bintik gelap dan jingga, mengandung getah kental berwarna susu yang lengket (resin).
[1]
Daun majemuk menyirip ganjil, gundul atau berbulu halus, dengan 6–9 anak daun yang tersusun berseling, anak daun jorong (eliptis) sampai lonjong, 9-21 cm × 5-10 cm, mengkilap di sisi atas, seperti
jangat, dengan pangkal runcing dan ujung meluncip (meruncing) pendek, anak daun bertangkai 5–12
mm.
[1]
Bunga terletak dalam
tandan yang muncul pada batang atau cabang yang besar, menggantung, sendiri atau dalam berkas 2–5 tandan atau lebih, kerap bercabang pada pangkalnya, 10–30 cm panjangnya, berambut.
[2] Bunga-bunga berukuran kecil, duduk atau bertangkai pendek, menyendiri, berkelamin dua. Kelopak berbentuk cawan bercuping-5, berdaging, kuning kehijauan. Mahkota bundar telur, tegak, berdaging, 2-3 mm × 4-5 mm, putih hingga kuning pucat. Benang sari satu berkas, tabungnya mencapai 2 mm, kepala-kepala sari dalam satu lingkaran. Putiknya tebal dan pendek.
[1]
Buah buni yang berbentuk jorong, bulat atau bulat memanjang, 2-4(-7) cm × 1,5-5 cm, dengan bulu halus kekuning-kuningan dan daun kelopak yang tidak rontok. Kulit (dinding buah) tipis hingga tebal (lk. 6 mm). Berbiji 1–3, pipih, hijau, berasa pahit; biji terbungkus oleh ‘daging’ (
arilus) yang putih bening dan tebal, berair, manis hingga masam.
[1] Kultivar-kultivar yang unggul memiliki biji yang kecil atau tidak berkembang (rudimenter), namun arilusnya tumbuh baik dan tebal, manis.
Perbanyakan duku yang dilakukan menggunakan
biji mengakibatkan lambannya tanaman dalam menghasilkan buah. Tumbuhan ini memiliki perilaku
apomiktik,
[3] yaitu dari
biji keluar
kecambah bukan dari
embrio melainkan dari
jaringan induk sehingga keturunannya memiliki karakter yang serupa dengan induknya.
Perbanyakan vegetatif dilakukan dengan pencangkokan dan sambung pucuk.
Varietas
Langsat, dijual dalam tandannya di lapak tepi jalan,
Kutai Barat.
Duku amat bervariasi dalam sifat-sifat pohon dan buahnya; sehingga ada pula ahli yang memisah-misahkannya ke dalam jenis-jenis (
spesies) yang berlainan. Pada garis besarnya, ada dua kelompok besar buah ini, yakni yang dikenal sebagai duku, dan yang dinamakan langsat. Kemudian ada kelompok campuran antara keduanya yang disebut duku-langsat, serta kelompok terakhir yang di Indonesia dikenal sebagai kokosan.
[1]
Varietas yang dikenal sebagai
duku umumnya memiliki pohon yang bertajuk besar, padat oleh dedaunan yang berwarna hijau cerah, dengan tandan yang relatif pendek dan berisi sedikit buah. Butiran buahnya besar, cenderung bulat, berkulit agak tebal namun cenderung tidak bergetah bila masak, umumnya berbiji kecil dan berdaging tebal, manis atau masam, dan berbau harum.
[1][4]
Langsat kebanyakan memiliki pohon yang lebih kurus, berdaun kurang lebat yang berwarna hijau tua, dengan percabangan tegak. Tandan buahnya panjang, padat berisi 15–25 butir buah yang berbentuk bulat telur dan besar-besar. Buah langsat berkulit tipis dan selalu bergetah (putih) sekalipun telah masak. Daging buahnya banyak berair, rasanya masam manis dan menyegarkan.
[1][4] Tak seperti duku, langsat bukanlah buah yang bisa bertahan lama setelah dipetik. Dalam tiga hari setelah dipetik, kulit langsat akan menghitam sekalipun itu tidak merusak rasa manisnya. Hanya saja tampilannya menjadi tidak menarik.
Memanen duku di Mandi Angin,
Rawas Ilir, Musi Rawas. Perhatikan tandannya yang renggang, berbeda dengan langsat yang rapat.
Kokosan dibedakan oleh daunnya yang berbulu, tandannya yang penuh butir buah yang berjejalan sangat rapat, dan kulit buahnya yang berwarna kuning tua. Butir-butir buahnya umumnya kecil, berkulit tipis dan sedikit bergetah, namun sukar dikupas. Sehingga buah dimakan dengan cara digigit dan disedot cairan dan bijinya (maka disebut
kokosan),
[1] atau dipijit agar kulitnya pecah dan keluar bijinya (maka dinamai
pisitan,
pijetan,
bijitan).
[4] Berbiji relatif besar dan berdaging tipis, kokosan umumnya berasa masam sampai masam sekali.
Duku yang paling terkenal di
Indonesia adalah duku Palembang, terutama karena manis rasanya dan sedikit bijinya. Meski sebetulnya penghasil utama duku ini bukanlah Kota
Palembang, melainkan daerah Komering (
OKU dan
OKI) serta beberapa wilayah lain yang berdekatan di
Sumatera Selatan. Malahan juga dihasilkan dari wilayah
Kumpeh,
Muaro Jambi,
Jambi. Duku dari wilayah-wilayah ini dipasarkan ke pelbagai daerah di
Sumatera dan
Jawa, dan bahkan diekspor.
[5][6]
Di samping itu, berbagai daerah juga menghasilkan dukunya masing-masing. Di Jawa, beberapa yang terkenal secara lokal adalah duku Condet (dahulu juga duku Menteng dan duku Depok) dari seputaran
Jakarta; duku Papongan dari
Tegal; duku Kalikajar dari
Purbalingga; duku Karangkajen dan duku Klaten dari
Yogyakarta; duku Matesih dari
Karanganyar; duku Woro dari
Rembang; duku Sumber dari
Kudus, dan lain-lain.
[4][7][8][9] Di
Kalimantan Selatan, dikenal duku Padang Batung dari
Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
[10]
Mengingat daya tahan buahnya yang tak seperti duku, langsat umumnya dikenal secara lebih terbatas dan lokal. Beberapa kultivar yang populer, di antaranya adalah
langsep Singosari dari
Malang,
[6] langsat Tanjung dari Kalsel,
[10] langsat Punggur dari
Kalbar, dan sebagainya. Dari
Thailand dikenal langsat Uttaradit, dan dari
Luzon,
Filipina, dikenal langsat Paete.
[1]
Manfaat
Buah duku yang dikupas, memperlihatkan
arilus (selubung biji) yang putih bening.
Duku terutama ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan dalam keadaan segar. Ada pula yang mengawetkannya dalam sirup dan dibotolkan.
[1] Kayunya keras, padat, berat dan awet, sehingga kerap digunakan sebagai bahan perkakas dan konstruksi rumah di desa, terutama kayu
pisitan.
[4]
Beberapa bagian tanaman digunakan sebagai bahan obat tradisional. Biji duku yang pahit rasanya, ditumbuk dan dicampur air untuk obat cacing dan juga obat demam. Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat
disentri dan
malaria; sementara tepung kulit kayu ini dijadikan tapal untuk mengobati gigitan
kalajengking. Kulit buahnya juga digunakan sebagai obat
diare; dan kulit buah yang dikeringkan, di Filipina biasa dibakar sebagai pengusir nyamuk.
[1][4] Kulit buah
langsat terutama, dikeringkan dan diolah untuk dicampurkan dalam
setanggi atau dupa.
[4]
Ekologi
Sebagai tanaman bertajuk menengah, duku tumbuh baik dalam kebun-kebun campuran (
wanatani). Tanaman ini, terutama varietas
duku, menyukai tempat-tempat yang ternaung dan lembab. Di daerah-daerah produksinya, duku biasa ditanam bercampur dengan
durian,
petai,
jengkol, serta aneka tanaman buah dan kayu-kayuan lainnya, meski umumnya duku yang mendominasi.
[1][7]
Duku biasa ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl., di wilayah dengan curah hujan antara 1.500-2.500 mm per tahun. Tanaman ini dapat tumbuh dan berbuah baik pada berbagai jenis tanah, terutama tipe tanah
latosol,
podsolik kuning, dan
aluvial.
[7] Duku menyenangi tanah bertekstur sedang dan berdrainase baik, kaya bahan organik dan sedikit asam, namun dengan ketersediaan air tanah yang cukup. Sementara itu varietas
langsat lebih tahan terhadap perubahan musim, dan dapat menenggang musim kemarau asalkan cukup ternaungi dan mendapatkan air.
[1] Duku tidak tahan penggenangan.
[11]
Duku umumnya berbuah sekali dalam setahun, sehingga dikenal adanya musim buah duku. Musim ini dapat berlainan antar daerah, namun umumnya terjadi di sekitar awal musim hujan.
Perbanyakan
Duku biasa diperbanyak dengan biji, yang sengaja disemaikan atau dengan mengumpulkan cabutan semai yang tumbuh spontan di bawah pohon induknya. Akan tetapi menunggu hingga pohon baru ini menghasilkan, memakan waktu yang lama (20–25 tahun) dan belum pasti pula kualitasnya sama dengan induknya.
[12]
Cara lain yang juga populer adalah dengan mencangkoknya. Meskipun proses mencangkok ini memakan waktu yang relatif lama (8-9 bulan), namun pohon baru hasil cangkokan sudah dapat berbuah pada umur sekitar 2 tahun.
[8] Kelemahannya, persen kematian anakan hasil cangkokan cukup besar.
[1] Lagi pula pertumbuhannya tidak seberapa kuat.
[7]
Perbanyakan secara modern yang kini banyak dilakukan adalah dengan sambung pucuk (
grafting). Teknologi ini memungkinkan sifat-sifat genetik batang atas anakan yang dihasilkan sama dengan induknya, sementara waktu tunggunya dipersingkat menjadi 5–6 tahun. Anakan hasil sambung pucuk ini juga lebih kuat perakarannya daripada anakan hasil cangkokan.
[12]
Memilah duku yang baru dipanen.
[sunting] Penyebaran dan nama-nama lokal
Wilayah asal-usul duku membentang dari sekitar
Semenanjung Siam di barat hingga
Kalimantan di timur, termasuk pula
Filipina. Di daerah-daerah itu, duku ditanam sebagai salah satu buah-buahan yang penting. Bahkan varietas-varietas liar atau yang meliar dapat dijumpai di alam. Kini duku juga dibudidayakan, walau tidak besar, di
Vietnam,
Burma,
Srilanka,
India,
Australia,
Hawaii,
Suriname, dan
Puerto Rico.
[1][11]
Duku dikenal dengan banyak nama, seperti
langsat,
langseh,
langsep,
lansa (
Mal.);
lansones,
lanzone,
lanzon, dan
buahan, (
Fil.);
langsad,
longkong (
Thailand);
lòn bon dan
bòn bon (Vietnam);
langsak,
duku (Burma); serta
gadu guda (Srilanka). Dalam
bahasa Inggris juga disebut sebagai
langsat dan
duku.
[11][13]
Di Indonesia sendiri duku disebut dengan berbagai nama, yang mirip maupun yang tidak. Misalnya
langsat (umum);
lansat, lancat (
Aceh dan
Sumut);
lasé (
Nias);
langsék (
Min.);
langsak, lasak, rarsak, rasak (
Lampung);
lansét, lasat, losot, léhat, lihat, rihat, richat (
Kal.);
lansa, lasat, lasot, lansot, dansot, ranso, lantat (
Sulut);
lansa, lasa, lasé, lésé (
Sulsel);
lasat, lasaté, lasété, nasaté, lasato, lalasat, lasa (
Maluku) dan sejenisnya. Serta
langsat, langsep dan
duku, dukuh (
Jw.,
Sd.);
kokosan, pisitan, bijitan (Sd.);
pijetan, celuring (Jw.);
celoréng (
Md.;
celoring, ceroring (
Bali); dan lain-lain.
[4]
Perdagangan
Negara-negara penghasil utama duku adalah Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia. Namun umumnya duku habis dikonsumsi di dalam negeri masing-masing, kecuali sedikit yang diekspor ke
Singapura dan
Hongkong. Duku belum menembus pasar buah-buahan di
Eropa dan
Amerika.
[1]
0 komentar:
Posting Komentar