Yerusalem (
bahasa Ibrani:
ירושלים Yerushalayim,
bahasa Arab:
أورشليم القدس Urshalim-Al-Quds atau hanya
القدس Al-Quds saja adalah kota di
Timur Tengah yang merupakan kota suci bagi agama
Islam,
Kristen dan
Yahudi. Kota ini diklaim sebagai ibukota Israel, meskipun tidak diakui secara internasional, maupun bagian dari
Palestina. Secara
de facto kota ini dikuasai oleh
Israel. Para elit Israel menganggap kota suci ini adalah bagian dari negaranya dan itu adalah bentuk ideologi "
Zionisme". Dari semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, hanya
Kosta Rika dan
El Salvador saja yang menempatkan kedutaan mereka di Yerusalem. Lainnya di
Tel Aviv, karena menurut PBB, Yerusalem akan dijadikan Kota Internasional.
[1] Oleh orang-orang Palestina, Yerusalem juga dianggap sebagai ibu kota Palestina.
[2][3] Kota historis Yerusalem adalah sebuah
warisan dunia yang dilindungi oleh
UNESCO mulai tahun 1981. Kota ini memiliki penduduk sebesar 724.000 jiwa dan luas 123 km
2. Sepanjang sejarahnya, Yerusalem telah dihancurkan dua kali, dikepung 23 kali, diserang 52 kali, dan dikuasai/dikuasai ulang 44 kali.
[4]
Etimologi
Akar kata Semitik untuk nama "Yerusalem" kadang dianggap
"s-l-m" yang berarti damai,
[5] kerukunan atau kesempurnaan. Sebuah kota yang disebut
Rušalimum atau
Urušalimum muncul dalam catatan
Mesir kuno sebagai sebuah rujukan pertama bagi Yerusalem.
[6] Bentuk Mesir tersebut diperkirakan diturunkan dari nama lokal yang tertera dalam surat-surat Amarna, e.g: dalam EA 287 (dimana terdapat beberapa bentuk)
Urusalim.
[7][8] Bentuk
Yerushalayim (Yerusalem) pertama muncul dalam kitab Yosua. Bentuk ini merupakan sebuah
portmanteau dari
yerusha (pusaka) dan nama asli
Shalem yang bukan merupakan evolusi fonetik sederhana dari bentuk ini dalam surat Amarna. Sebagian kalangan meyakini adanya hubungan kata ini dengan kata
Shalim, dewa pemurah dari mitologi
Ugarit yang merupakan personifikasi waktu petang.
[9] Umumnya akhiran
-im menunjukkan bentuk jamak dalam tata bahasa Ibrani dan
-ayim bentuk ganda sehingga membawa pada anggapan bahwa nama tersebut mengacu pada fakta kota tersebut terletak pada dua bukit.
[10][11] Meski demikian, lafal suku kata terakhir
-ayim hanya muncul dalam perkembangan akhir, dan tidak ada pada masa
Septuaginta. Dalam bahasa Yunani dan Latin kata ini ditulis
Hierosolyma. Bagi orang Arab, Yerusalem adalah
al-Quds ("Kudus"). "Zion" awalnya dianggap merupakan bagian kota, namun kemudian menjadi tanda kota secara keseluruhan. Dalam kekuasaan Raja Daud, kota ini dikenal sebagai
Ir Daud (Kota Daud).
[12]
Sejarah
Bukti-bukti keramik menunjukkan adanya kesibukan di
Ofel, yang saat ini dikenal dengan nama Yerusalem pada
Zaman Tembaga sekitar
milenium ke-4 SM,
[13] dengan bukti sebuah pemukiman tetap selama awal
Zaman Perunggu sekitar 3000–2800 SM.
[13][14] Teks Kebencian (sekitar abad ke-9 SM), merujuk pada kota yang disebut
Roshlamem atau
Rosh-ramen[13] dan
surat Amarna (sekitar abad ke-14 SM) mungkin merupakan yang pertama kali menyebut kota tersebut.
[15][16] Beberapa ahli arkeologi, termasuk
Kathleen Kenyon, meyakini Yerusalem
[17] sebagai sebuah kota yang didirikan oleh masyarakat
Semitik Barat dengan pemukiman yang terorganisir sekitar tahun
2600 SM. Menurut tradisi Yahudi, kota ini didirikan oleh
Shem dan
Eber, nenek moyang
Abraham. Dalam kisah
Alkitab, saat pertama kali disebutkan, Yerusalem (dikenal sebagai "Salem") dikuasai oleh
Melkisedek, sekutu Abraham (disamakan dengan Shem dalam legenda). Kemudian, di masa Yosua, Yerusalem berada di teritori
suku Benyamin (
Yosua 18:28) namun masih dalam kuasa independen orang
Yebus hingga ditaklukkan oleh
Daud dan dijadikan ibukota
Kerajaan Israel (sekitar 1000-an SM).
[18][19][v] Penggalian terkini di
Bangunan Batu Besar ditafsirkan oleh sebagian ahli arkeologis memberikan kepercayaan pada kisah alkitab.
[20]
Periode Bait
Menurut kitab Ibrani, Raja Daud berkuasa hingga 970 SM. Dia dilanjutkan putranya
Salomo,
[21] yang membangun
Bait Suci di
Gunung Moria.
Bait Salomo (kemudian dikenal sebagai
Bait Pertama), memainkan perang penting dalam
sejarah bangsa Yahudi sebagai tempat singgahnya
Tabut Perjanjian.
[22] Selama lebih dari 450 tahun, hingga penaklukkan
Babilonia di tahun 587 SM, Yerusalem merupakan ibukota politik
Kerajaan Israel bersatu dan kemudian
Kerajaan Yehuda dan Baitnya menjadi pusat keagamaan bangsa Israel.
[23] Periode ini dikenal dalam sejarah sebagai
Periode Bait Pertama.
[24] Setelah Salomo wafat (sekitar 930 SM),
sepuluh suku utara memisahkan diri membentuk
Kerajaan Israel. Di bawah kekuasaan Wangsa Daud dan Salomo, Yerusalem menjadi ibukota
Kerajaan Yehuda.
[25]
Saat bangsa
Assyria menaklukkan Kerajaan Israel di tahun 722 SM, Yerusalem dikuatkan oleh serombongan besar pengungsi dari kerajaan utara. Periode Bait Pertama berakhir sekitar tahun 586 SM, saat bangsa Babilonia menaklukkan Yehuda dan Yerusalem, dan menelantarkan Bait Salomo.
[24] Di tahun 538 SM, setelah lima puluh tahun
pembuangan ke Babilonia,
Raja Persia Koresh Agung mengajak orang Yahudi untuk kembali ke Yehuda membangun Bait.
[26] Pembangunan
Bait Kedua selesai di tahun 516 SM, selama kekuasaan
Darius Agung, tujuh puluh tahun setelah hancurnya Bait Pertama.
[27][28] Kemudian, di tahun ~445 SM, Raja
Artaxerxes I dari Persia mengeluarkan dekrit yang mengizinkan kota dan tembok dibangun kembali.
[29] Yerusalem kembali menjadi ibukota Yehuda dan pusat peribadatan orang Yahudi. Saat pengasa Makedonia
Aleksander Agung menaklukkan
Kekaisaran Persia, Yerusalem dan
Yudea jatuh ke tangan Makedonia, segera setelahnya jatuh ke kekuasaan
Dinasti Ptolemaik dibawah
Ptolemy I. Di tahun 198 SM,
Ptolemy V kehilangan Yerusalem dan
Yudea dari bangsa
Seleukus dibawah
Antiochus III.
Kekaisaran Seleukus yang berusaha mengisi Yerusalem sebagai
polis yang dihelenisasi menjadi gawat di tahun 168 SM dengan kebehasilan penuh
Revolusi Makabe Mattathias sang
Pendeta Tinggi dan kelima putranya atas
Antiochus Epiphanes, dan terbentuknya
Kerajaan Hasmonea mereka di tahun 152 SM dengan Yerusalem kembali sebagai ibukotanya.
[30]
Perang Yahudi-Romawi
Bangsa Romawi mengepung dan menghancurkan Yerusalem (David Roberts, 1850)
Saat
Roma menjadi semakin kuat,
Herodes diangkat sebagai
raja boneka Yahudi. Herodes Agung mengabdikan dirinya untuk membangun dan memperindah kota. Dia membangun tembok, menara, dan kuil, dan
memperluas Bukit Bait, menopang halaman istana dengan balok batu yang beratnya mencapai 100 ton. Selama Herodes berkuasa, wilayah Bukit Bait bertambah luas.
[21][31][32] Di tahun 6 M, kota dan wilayah-wilayah di sekitarnya oleh penguasa Romawi dijadikan sebagai
Provinsi Iudaea[33] dan keturunan Herodes hingga
Agrippa II masih memangku gelar raja boneka Yudea hingga 96 M. Penguasa Romawi atas Yerusalem dan wilayah sekitarnya mulai tertantang dengan adanya
Perang Yahudi-Romawi pertama, yang menyebabkan kehancuran Bait Kedua di tahun 70 M. Yerusalem sekali lagi menjadi ibukota dari Yudea selama tiga tahun pemberontakan yang dikenal dengan
Revolusi Bar Kokhba yang dimulai tahun 132 M. Orang-orang Romawi terus menekan revolusi di 135 M. Kaisar
Hadrianus meromawisasi kota dan mengganti namanya menjadi
Aelia Capitolina[34], dan melarang orang Yahudi memasukinya. Hadrianus mengganti keseluruhan nama
Provinsi Iudaea menjadi
Syria Palaestina menurut kata
Filistin dalam Alkitab untuk menjauhkan orang Yahudi dari negara mereka.
[35][36] Larangan orang Yahudi memasuki
Aelia Capitolina berlanjut hingga abad ke-4 M.
Lima abad setelah revolusi Bar Kokhba, kota masih berada dibawah kekuasaan
Romawi kemudian
Bizantium. Selama abad ke-4,
Kaisar Romawi Konstantin I membangun tempat-tempat Kristen di Yerusalem seperti
Gereja Makam Kudus. Luas wilayah dan populasi Yerusalem mencapai puncak di akhir Periode Bait Kedua: Kota mencakup dua kilomoter persegi dan memiliki populasi 200.000
[35][37] Dari dari-hari Konstantin hingga abad ke-7, Yerusalem dilarang bagi orang Yahudi.
[38]
Perang Romawi-Persia
Dalam rentang beberapa dekade, Yerusalem berganti penguasa dari Romawi menjadi
Persia dan kembali dikuasai Romawi sekali lagi. Dengan adanya tekanan
Khosrau II dari
Sassania di awal abad ketujuh terhadap
Bizantium hingga ke Syria, Jendral Sassania
Shahrbaraz dan
Shahin menyerang kota yang dikendalikan Bizantium, Yerusalem (
bahasa Farsi:
Dej Houdkh). Mereka dibantu oleh orang Yahudi dari Palestina yang telah bangkit melawan Bizantium.
[39]
Pada
Pengepungan Yerusalem (614), setelah 21 hari
peperangan tanpa ampun, Yerusalem direbut. Riwayat Bizantium menceritakan bahwa
tentara Sassana dan orang Yahudi membantai puluhan dari ribuan orang Kristen di dalam kota, ini menjadi episode yang masih diperdebatkan para sejarawan.
[40] Kota yang ditaklukkan masih berada di tangan Sassania hingga sekitar lima belas tahun saat Kaisar Bizantium
Heraklius merebutnya kembali di tahun 629.
[39]
Penguasaan Arab
Yerusalem merupakan kota tersuci ketiga orang Islam setelah
Mekkah dan
Madinah. Orang-orang Muslim pada masa-masa awal menyebutnya
Bait al-Muqaddas; selanjutnya lebih dikenal dengan
al-Quds al-Sharif. Di tahun 638,
Kekhalifahan Islam membentangkan kekuasaannya hingga.
[41] Dengan adanya
penaklukkan Arab, orang Yahudi diizinkan kembali ke kota.
[42] Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab menandatangani kesepakatan dengan Patriakh
Kristen Monofisit Sophronius untuk meyakinkan dia bahwa tempat-tempat suci dan umat Kristen Yerusalem akan dilindungi dibawah kekuasaan orang Muslim.
[43] Umar memimpin dari
Batu Fondasi di
Bukit Bait, yang sebelumnya telah ia bersihkan untuk mempersiapkan bangunan masjid. Menurut uskup Gaul
Arculf, yang tinggal di Yerusalem dari 679 hingga 688,
Masjid Umar merupakan bangunan kayu persegi yang dibangun diatas sisa-sisa bangunan yang dapat menampung 3.000 jamaah.
[44] Khalifah
Abdul Malik dari
Umayyah mempersiapkan pembangunan
Kubah Shakhrah pada kahir abad ke-7.
[45] Sejarawan abad ke-10
al-Muqaddasi menulis bahwa Abdul Malik membangun altar untuk menyelesaikan kemegahan gereja-gereja monunental Yerusalem.
[44] Selama lebih dari empat ratus tahun berikutnya, ketenaran Yerusalem berkurang saat wilayah itu direbut dan menjadi wilayah kekuasaan Arab.
[46]
Periode tentara Salib, Ayyubiyyah, dan Mamluk
Ilustrasi abad Pertengahan perebutan Yerusalem selama Perang Salib Pertama, 1099
Tahun 1099, penguasa
Fatimiyah mengusir penduduk Kristen asli sebelum Yerusalem
ditaklukkan oleh
Tentara Salib yang kemudian membantai sebagian besar penduduk Muslim dan Yahudi; kemudian Tantara Salib membuat
Kerajaan Yerusalem. Pada awal Juni 1099 populasi Yerusalem menurun dari 70.000 hingga kurang dari 30.000.
[47]
Tahun 1187, kota direbut dari Tentara Salib oleh
Saladin yang mengizinkan orang Yahudi dan Muslim kembali dan bermukim di dalam kota.
[48] Dibawah pemerintahan
Dinasti Ayyubiyyah Saladin, periode investasi besar dimulai dengan pembangunan rumah-rumah, pasar, kamar-mandi umum, dan pondok-pondok bagi peziarah, begitu pula ditetapkannya sumbangan keagamaan. Meski demikian, selama abad ke-13, Yerusalem turun status menjadi desa karena jatuhnya nilai strategis kota perjuangan Ayyubiyyah yang gagal.
[49]
Tahun 1244, Yerusalem dikepung oleh Kharezmian
bangsa Tartar, yang mengurangi penduduk Kristen kota dan mengusir orang Yahudi.
[50] Khwarezmia dari bangsa Tatar diusir oleh Ayyubiyyah tahun 1247. Dari 1250 hingga 1517, Yerusalem dikusasai oleh
Mamluk. Selama periode ini banyak pertentangan terjadi antara Mamluk di satu sisi dan tentara salib dan
suku Mongol di sisi lain. Wilayahnya juga terimbas dari banyak gempa dan
wabah hitam.
Era Ottoman
Warga Yahudi di Yerusalem, 1895
Tahun 1517, Yerusalem dan sekitarnya jatuh ke tangan
Turki Ottoman yang masih mengambil kendali hingga 1917.
[48] Yerusalem menikmati periode pembaruan dan kedamaian dibawah kekuasaan
Suleiman I – termasuk pembangunan ulang tembok-tembok yang mengelilingi
Kota Tua. Selama masa penguasa-penguasa Ottoman, Yerusalem berstatus provinsi, jika dalam hal keagamaan kota ini menjadi pusat yang sangat penting, and tidak menutup diri dari jalur perdagangan utama antara
Damaskus dan
Kairo.
[51] Orang-orang Muslim Turki melakukan banyak pembaharuan: sistem pos modern diterapkan oleh berbagai konsulat; penggunaan roda untuk mode transportasi; kereta pos dan kereta kuda, gerobak sorong dan pedati; dan lentera minyak, merupakan tanda-tanda awal modernisasi di dalam kota.
[52] Pada paruh abad ke-19, bangsa Ottoman membangun jalan aspal pertama dari Jaffa hingga Yerusalem, dan pada 1892 jalur rel mulai mencapai kota.
[52]
Setelah aneksasi Yerusalem oleh
Muhammad Ali dari Mesir tahun 1831, misi dan konsulat asing mulai menapakkan kakinya di kota. Tahun 1836,
Ibrahim Pasha mengizinkan penduduk Yahudi Yerusalem memperbaiki empat sinagoga besar, termasuk diantaranya
Sinagoga Hurva.
[53] Saat
Revolusi Arab di Palestina 1834, Qasim al-Ahmad memimpin penyerangan dari
Nablus dan menyerang Yerusalem, dibantu oleh klan
Abu Ghosh, dan memasuki kota pada 31 Mei 1834. Orang Kristen dan Yahudi di Yerusalem menjadi target penyerangan. Tentara Mesir Ibrahim menaklukkan serangan Qasim di Yerusalem bulan berikutnya.
[54]
Kekuasaan Ottoman kembali lagi di tahun 1840, namun banyaknya orang Islam Mesir yang ada di Yerusalem dan orang Yahudi dari
Algeria dan Afrika Utara yang berdatangan menyebabkan meningkatnya jumlah populasi di dalam kota.
[53] Di tahun 1840-an dan 1850-an, kuasa internasional mulai tarik tambang di Palestina saat mereka meminta perpanjangan perlindungan atas umat beragama minoritas di dalam negeri, sebuah perjuangan yang diangkat terutama oleh wakil konsuler di Yerusalem.
[55] Menurut konsul Prussia, populasi di tahun 1845 adalah 16.410 dengan 7.120 orang Yahudi, 5.000 Muslim, 3.390 Kristen, 800 tentara Turki dan 100 orang Eropa.
[53] Volume peziarah Kristen semakin meningkat selama kekuasaan Ottoman, dan menyebabkan populasi kota bertambah menjadi dua kali lipat selama Paskah.
[56]
Di tahun 1860-an, pemukiman baru mulai berkembang di luar tembok Kota Tua sebagai tempat menetap para peziarah dan untuk mengurangi tingkat kepadatan dan sanitasi yang buruk di dalam kota.
Kamp Rusia dan
Mishkenot Sha'ananim didirikan di tahun 1860.
[57] Tahun 1867 Misionaris Amerika melaporkan populasi kira-kira Yerusalem 'diatas' 15.000 yang terdiri dari: 4.000 hingga 5.000 orang Yahudi dan 6.000 umat Muslim. Setiap tahun ada sekitar 5.000 hingga 6.000 Peziarah Kristen Rusia.
[58]
Mandat Britania dan Perang 1948
Tahun 1917 setelah
Pertempuran Yerusalem,
Tentara Britania dipimpin
General Edmund Allenby mengepung kota,
[59] dan di tahun 1922,
LBB pada
Konferensi Lausanne mempercayakan
Britania Raya untuk mengatur Mandat bagi Palestina.
Dari tahun 1922 hingga tahun 1948 total populasi kota meningkat dari 52.000 menjadi 165.000 dengan dua pertiganya orang Yahudi dan sepertiga orang Arab (umat Muslim dan Kristen).
[60] Situasi antara orang Arab dan Yahudi di Palestina tidak tenang. Di Yerusalem,
kerusuhan terjadi tahun 1920 dan
tahun 1929. Dibawah pemerintahan Britania, taman-taman baru dibuat di pinggir kota di bagian utara dan barat kota
[61][62] dan institusi pendidikan tinggi seperti
Universitas Ibrani didirikan.
[63]
Saat masa jabatan Mandat Britania untuk Palestina berakhir,
Rencana Pembagian Palestina oleh PBB tahun 1947 mengusulkan "pembuatan rezim internasional khusus di Kota Yerusalem, mengesahkannya sebagai
corpus separatum dibawah administrasi
PBB."
[64] Rezim internasional (yang juga termasuk kota
Bethlehem) tetap berlaku selama satu periode berkisar sepuluh tahun, kemudian sebuah
referendum diadakan untuk memutuskan rezim masa depan kota. Namun, rencana ini tidak dilaksanaan karena
perang tahun 1948 meletus, sementara Britania menarik diri dari Palestina dan
Israel menyatakan kemerdekaannya.
[65] Perang memicu pemindahan populasi Arab dan Yahudi di kota. 1.500 penduduk
Perempat Yahudi di Kota Tua terusir dan beberapa ratus dipenjara saat Legiun Arab mengepung Perempat itu pada 28 Mei.
[66][67] Legiun Arab juga menyerang Yerusalem Barat dengan sniper.
[68]
Pembagian dan penyatuan ulang
Tanah tak berpemilik antara Yerusalem Barat dan Timur mulai diurus pada November 1948:
Moshe Dayan, komandan tentara Israel di Yerusalem bertemu dengan rekan Yordanianya
Abdullah el Tell di sebuah tempat tinggal gurun di lingkungan
Musrara Yerusalem dan menandai posisi mereka masing-masing: posisi Israel berwarna merah dan Yordania berwarna hijau. Peta kasar, yang tidak berarti sebagai suatu yang resmi, menjadi garis
gencatan senjata final dalam
Kesepakataan Gencatan senjata 1949, yang membagi kota dan meninggalkan
Gunung Scopus sebagai
daerah kantong Israel.
[69] Kawat berduri dan pagar beton penghalang dipasang di pusat kota dan tembak-tembakan militer sering pecah di wilayah gencatan senjata. Setelah proklamasi Negara Israel, Yerusalem dideklarasikan sebagai ibukotanya. Yordan yang meaneksasi Yerusalem Timur tahun 1950, memberlakukan hukum Yordania di wilayah itu.
[65][70] Hanya
Britania Raya dan
Pakistan yang mengakui aneksasi tersebut, yang, terkait Yerusalen, berada atas dasar
de facto.
[71] Juga, it is dubious if Pakistan recognized Jordan's annexation.
[72][73]
Yordania mengambil kendali tempat-tempat suci di Kota Tua. Bertolak-belakang dengan syarat-syarat perjanjian, orang Israel tidak diperkenankan masuk ke tempat-tempat suci, banyak diantaranya yang dinajiskan. Yordania mengizinkan akses sangat terbatas ke tempat-tempat suci Kristen.
[74][75] Selama periode ini,
Kubah Shakhrah dan Masjid al-Aqsa direnovasi besar-besaran.
[76]
Peta yang menunjukkan Yerusalem Timur dan Barat
Setelah Israel merebut
Yerusalem Timur di tahun
Perang Enam Hari 1967, orang Yahudi dan Kristen diperbolehkan memasuki kembali tempat-tempat suci, sementara
Bukit Bait masih menjadi yurisdiksi
wakaf Islam.
Perempat Maroko yang berbatasan dengan Tembok Barat, dikosongkan dan dihancurkan
[77] to make way for a plaza for those visiting the wall.
[78] Sejak perang, Israel telah memperluas lingkar kota dan menetapkan lingkar pemukiman Yahudi di tanah kosong timur
Garis Hijau.
Namun, pengambilalihan Yerusalem Timur dikritik oleh dunia internasional. Setelah penyampaian
Hukum Yerusalem Israel, yang menyatakan Yerusalem "sepenuhnya dan kesatuan" ibukota Israel,
[79] Dewan Keamanan PBB menyampaikan
resolusi yang menyatakan hukum "pelanggaran hukum internasional" dan meminta semua negara-negara anggota menarik semua duta besarnya dari kota.
[80]
Status kota ini, khususnya tempat-tempat suci, masih menjadi masalah inti konflik Israel-Palestina. Pemukim Yahudi telah mengambil alih situs-situs bersejarah dan membangunn di tanah yang disita dari orang Arab
[81] untuk meluaskan kehadiran orang Yahudi di Yerusalem Timur, sementara pemimpin-pemimpin Islam terkemuka mengklaim orang Yahudi tidak memiliki hubungan sejarah dengan Yerusalem, menganggap Tembok Barat yang telah berusia 2500 tahub dibangun sebagai bagian dari masjid.
[82] Orang Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota
negara Palestina di masa mendatang,
[83][84] dan perbatasan kota menjadi subyek pembicaraan bilateral
0 komentar:
Posting Komentar